Sepatu Bapak Tua
Seorang bapak tua pada suatu hari hendak bepergian naik bus kota.
Saat menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang, pintu tertutup dan bus segera berlari cepat.
Bus ini hanya akan berhenti di halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tak dapat memungut sepatu yang terlepas tadi.
Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.
Seorang pemuda yang duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada sibapak tua,
”Mengapa bapak melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?”
Bapak tua itu menjawab dengan tenang,
”Supaya siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.”
Pertapa Muda dan Kepiting
Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, nampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.
Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.
Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.
Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.
Mutiara
Syibili hendak berguru kepada Junaid, ia berkata, “Banyak yang bilang pada saya bahwa Guru adalah ahli nomor satu soal mutiara penyadaran dan hikmah ilahiah. Berilah saya salah satu mutiara itu atau juallah pada saya.”
Junaid tersenyum. “Kalau kujual, kau takkan mampu membayarnya. Kalau kau kuberi, kau akan meremehkannya, karena begitu mudah memperolehnya. Lakukanlah seperti yang kulakukan; selami Lautan. Jika kau menunggu dengan sabar, akan kau temukan Mutiaramu.”
‘Ingin’
Seorang yang berharap diterima sebagai murid berkata kepada pada Dhu al-Nun, “Saya ingin bergabung dalam Jalan Kebenaran melebihi apapun di dunia ini.”
Dan inilah yang dikatakan Dhu al-Nun kepadanya: “Kau boleh ikut serta dalam kafilah kami jika kau terima dua hal lebih dulu. Yang pertama, kau harus melakukan hal-hal yang tak ingin kau lakukan. Kedua, kau tidak akan diizinkan melakukan hal-hal yang ingin kau lakukan.
Ingin adalah apa yang berdiri di antara manusia dan Jalan Kebenaran.”
AKU HANYA IKUT RENTAK BURUNG
Asy-Syibli yang sedang duduk di bawah sebatang pokok sambil berseru: “Hu..hu..hu..hu..hu..”
Akibatnya, orang ramai menyangka bahwa Asy-Syibli telah mengamalkan ajaran sesat kerana berzikir dengan kata-kata yang tidak
ada nashnya. “Engkau telah berzikir yang tidak ada nashnya!” kata teman-temannya.
“Mana ada?” bantah Asy-Syibli.
“Engkau berzikir dengan hu hu hu hu hu…itu dari mana sumbernya?” tanya mereka.
“Burung merpati di atas pokok itu telah menyanyi dengan bunyi “ku..ku..ku…..” maka aku mengikuti rentaknya dengan hu..hu..hu..”
jawab Asy-Syibli.
Perjalanan Ma’rifatullah
Tersebutlah Asy-Syibli, seorang murid Imam Ali Zainal ‘Abidin. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, ia segera menemui Ali untuk menyampaikan pengalaman hajinya. Terjadilah percakapan di antara mereka.
“Wahai Syibli, bukankah engkau telah selesai menunaikan ibadah haji?” tanya Ali. Ia menjawab, “Benar, wahai Guru.”
“Apakah engkau berhenti di Miqat, lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit, dan kemudian mandi?”
Asy-Syibli menjawab, “Benar.”
“Ketika berhenti di Miqat, apakah engkau bertekad untuk menanggalkan semua pakaian maksiat dan menggantinya dengan pakaian taat? Ketika menanggalkan semua pakaian terlarang itu, adakah engkau pun menanggalkan sifat riya, nifaq, serta segala syubhat? Ketika mandi sebelum memulai ihram, adakah engkau berniat membersihkan dari segala pelanggaran dan dosa?”
Asy-Syibli menjawab, “Tidak.”
“Kalau begitu, engkau tidak berhenti di Miqat, tidak menanggalkan pakaian yang terjahit, dan tidak pula membersihkan diri!”
Kasih Sayang
Diceritrakan, suatu waktu Ibn Asakir bermimpi bertemu dengan Al Syibli. Kemudian dia bertanya, apa yang telah Allah perbuat terhadap Al Syibli.
Kata Al Syibli, Allah menyuruhnya berdiri di sisi-Nya, kemudian Dia bertanya,
‘ Dengan apa Kuampuni dosa-dosamu, wahai Syibli ?’
‘ Dengan sebab amal salehku,” jawab Syibli.
‘ Bukan,” tegas Allah .
‘ Dengan sebab ikhlasku dalam beribadah.”
‘ Juga bukan.”
Gurindam Dua Belas
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang ma’rifat.
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.
Ini gurindam pasal yang kedua:
Kekayaan Tanpa Harta, Ilmu Tanpa Belajar Dan Kemuliaan Tanpa Kaum Keluarga
Syeikh As-Sariy As-Saqqathy r.a. bercerita:
Sekali peristiwa sedang aku berada di Baitul-Maqdis, ketika itu aku duduk di Sakhrah berdekatan dengan Masjid Al-Aqsha. Aku dalam keadaan sedih dan pilu sekali, kerana hari-hari untuk perlaksanaan haji ke Batullah hanya tinggal sepuluh hari saja lagi, jadi aku merasa kesal sekali kerana tidak dapat menunaikan ibadat Haji pada tahun itu
Aku berkata dalam hatiku:
“Alangkah buruknya nasib! Semua orang telah berangkat menuju ke Makkah untuk menunaikan haji, dan kini yang tinggal hanya beberapa hari saja, padahal aku masih berada di sini!”
Akupun menangis kerana ketinggalan amalan Haji tahun ini. Tidak beberapa lama sesudah itu, aku terdengar suatu suara ghaib menyambut tangisanku tadi. Katanya: