Daris Rajih

Search…View…Copy…Paste…

Tugas Murid Junaid

Junaid Al-Baghdadi, seorang tokoh sufi, mempunyai anak didik yang amat ia senangi. Santri-santri Junaid yang lain menjadi iri hati. Mereka tak dapat mengerti mengapa Syeikh memberi perhatian khusus kepada anak itu.

Suatu saat, Junaid menyuruh semua santrinya untuk membeli ayam di pasar untuk kemudian menyembelihnya. Namun Junaid memberi syarat bahwa mereka harus menyembelih ayam itu di tempat di mana tak ada yang dapat melihat mereka. Sebelum matahari terbenam, mereka harus dapat menyelesaikan tugas itu.

Satu demi satu santri kembali ke hadapan Junaid, semua membawa ayam yang telah tersembelih. Akhirnya ketika matahari tenggelam, murid muda itu baru datang, dengan ayam yang masih hidup. Santri-santri yang lain menertawakannya dan mengatakan bahwa santri itu tak boleh melaksanakan perintah Syeikh yang begitu mudah.

Continue reading

March 11, 2008 Posted by | Junaid Al-Baghdadi, Kisah Sufi | 2 Comments

Taubat Sang Pembunuh

Seorang pembunuh yang amat kejam telah menghabisi nyawa sembilan puluh sembilan orang. Ia merasa sangat menyesal. Ia mendatangi seorang alim dan bercerita tentang masa lalunya yang kelabu itu. Ia mengutarakan maksudnya untuk bertaubat dan menjadi orang yang lebih baik. Aku ingin tahu; apakah Tuhan akan mengampuniku?? ia bertanya.

Sang alim rupanya belum cukup banyak belajar. Ia menjawab, Tentu saja kau tak akan diampuni-Nya. Kalau begitu, ujar si pembunuh, lebih baik kau juga kubunuh saja sekalian. Ia pun membunuh alim itu. Kemudian ia bertemu orang alim lain. Ia mengatakan telah membunuh seratus orang. Aku ingin tahu, tanyanya, apakah Tuhan akan mengampuniku jika aku bertaubat?

Alim kedua ini lebih bijak dari yang pertama. Ia menjawab, Tentu saja kau akan diampuni. Bertaubatlah sekarang juga. Aku hanya punya satu nasihat untukmu; jauhilah teman-temanmu yang jahat dan bergabunglah dengan orang-orang yang saleh, karena teman yang jahat akan mendekatkanmu kepada dosa.

Orang itu lalu bertaubat dan menyesali dosa-dosanya. Ia menangis memohon ampunan Tuhan. Kemudian ia pun menjauhi teman-temannya yang jahat dan pergi mencari perkampungan tempat orang-orang saleh tinggal. Namun ketika ia berada di perjalanan, ajalnya tiba.

Continue reading

March 11, 2008 Posted by | Kisah Hikmah | Leave a comment

Bukti Cinta Pada Nabi

Alkisah, di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus meninggalkan rumahnya untuk berkelana mencari wang. Di depan sebuah masjid, ia bertemu seorang muslim dan meminta bantuan. Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu, kata janda itu. Mana buktinya? Lelaki muslim bertanya. Janda itu tidak boleh membuktikan karena ia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki muslim itu tidak menolongnya.

Setelah itu, janda miskin bertemu dengan seorang Majusi. Ia pun meminta pertolongannya. Orang Majusi itu membawanya ke rumahnya dan memuliakannya dengan memberikan wang dan pakaian.

Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. Semua orang mendatangi Nabi dan Nabi menyambut orang-orang itu dengan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu mendatang Rasulullah saw, Nabi mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga. Rasulullah saw bertanya, Mana buktinya?

Continue reading

March 11, 2008 Posted by | Kisah Hikmah | Leave a comment

Mencuri Wang Anak Sendiri

Seorang lelaki datang kepada Nabi saw, mengadukan ayahnya yang menghabiskan wang miliknya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Nabi yang mulia memanggil ayah orang itu ke hadapannya. Ketika lelaki jompo itu datang dengan tertatih-tatih bersandar pada tongkatnya, Nabi bertanya, “Betulkah kau mengambil wang anakmu tanpa seizinnya?”

“Wahai Nabi Allah,” lelaki itu menangis, “ketika aku kuat dan anakku lemah, ketika aku kaya dan dia miskin, aku tidak membelanjakan wangku kecuali untuk memberi makan kepadanya, bahkan terkadang aku membiarkan diriku kelaparan asalkan dia boleh makan. Sekarang aku telah tua dan lemah sementara anakku tumbuh kuat. Aku telah jatuh miskin sementara anakku menjadi kaya. Ia mulai menyembunyikan wangnya dariku. Dahulu aku menyediakan makan untuknya tapi sekarang ia hanya menyiapkan makan untuk dirinya. Aku tak pernah memperlakukan ia seperti ia mempelakukanku. Jika saja aku masih sekuat dulu, aku akan merelakan wangku untuknya.”

Ketika mendengar hal ini, airmata Nabi saw jatuh berlinang seperti untaian mutiara menimpa janggutnya yang suci, “Baiklah,” Nabi berkata, “habiskan seluruh wang anakmu sekehendak hatimu. Wang itu milikmu…”

March 11, 2008 Posted by | Kisah Hikmah | Leave a comment

Darwis Yang Mengetuk Pintu

Seorang darwis mengetuk pintu sebuah rumah, meminta sepotong roti untuk ia makan. Roti kering atau roti basah, tak menjadi soal.

“Ini bukan Toko Roti.” jawab pemilik rumah dengan ketus.

“Kalau begitu, apakah kau memiliki sedikit daging?” darwis itu masih memohon.

“Memangnya rumah ini kelihatan seperti Tempat Jagal?”

“Dapatkah kuminta sedikit tepung?”

“Memangnya kau dengar suara penggilingan dari rumah ini?”

“Kalau begitu, seteguk air saja….”

“Di sini tidak ada sumur!”

Apa pun yang diminta oleh darwis itu, selalu dijawab oleh pemilik rumah dengan ucapan yang melecehkan. Ia tak mau memberi apa pun untuk darwis itu.

Akhirnya darwis itu berlari masuk ke dalam rumah, mengangkat jubahnya, dan berjongkok seolah-olah hendak membwang hajat.

Continue reading

March 11, 2008 Posted by | Kisah Sufi | Leave a comment

Sultan dan Sufi

Alkisah, seorang Sultan sedang berparade di jalan-jalan utama kota Istanbul, dengan dikelilingi para pengawal dan tentaranya. Seluruh penduduk kota datang untuk melihat sang Sultan. Semua orang memberikan hormat ketika Sultan lewat, kecuali seorang darwis yang amat sederhana.

Sang Sultan segera menghentikan paradenya dan menyuruh tentaranya untuk membawa darwis itu menghadap. Ia menuntut penjelasan mengapa darwis itu tak memberikan penghormatan kepadanya ketika ia lewat.

Darwis itu menjawab, “Biarlah semua orang ini menghormat kepadamu. Mereka semua menginginkan apa yang ada padamu; harta, kedudukan, dan kekuasaan. Alhamdulillah, segala hal ini tak berarti bagiku. Lagipula, untuk apa saya menghormat kepadamu apabila saya punya dua budak yang merupakan tuan-tuanmu?”

Semua orang di sekelilingnya ternganga. Wajah sang Sultan memerah karena marah. “Apa maksudmu?” bentaknya.

“Kedua budakku yang menjadi tuanmu adalah amarah dan ketamakan,” ujar darwis itu tenang seraya menatap kembali kedua mata Sultan. Sultan itu pun tersadar akan kebenaran ucapan orang itu dan ia balik menghormat sang darwis.

March 11, 2008 Posted by | Kisah Sufi | Leave a comment

Tertipu berulang Kali

Di suatu hari, seorang lelaki sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya. Ia berjalan dengan menuntun seekor domba di belakangnya. Seorang pencuri melihat hal ini. Ia mengendap-endap dan memutuskan tali kekangnya dan mengambil domba itu. Setelah beberapa saat, sang empunya domba menyadari bahwa miliknya telah hilang. Ia berlari ke sana kemari mencari dombanya dengan panik.

Sampailah ia pada sebuah sumur. Di tepi sumur itu ia melihat pencuri yang tadi mengambil dombanya tapi ia tak tahu bahwa orang itulah yang telah mencuri domba miliknya. Ia bertanya kepada orang itu apakah ia melihat seekor domba di sekitar tempat itu.

Pencuri itu tidak menjawab, ia malah menangis, bersimpuh di tepian sumur. “Mengapa kau menangis?” tanya pemilik domba kehairanan.

“Dompetku jatuh ke dalam sumur ketika aku menimba air. Jika kau dapat membantuku mengambilnya, aku akan berikan kau seperlima dari wang yang ada dalam dompet itu. Kau akan mendapatkan seperlima dari seratus dinar emas di tanganmu!”

Pemilik domba berfikir, “Wah, wang itu cukup untuk membeli lebih dari sepuluh domba! Bila satu pintu tertutup, sepuluh pintu lain akan terbuka.”

Ia segera membuka pakaiannya dan turun ke dasar sumur. Tentu saja, di dalam sumur itu tak terdapat apa-apa. Dan si pencuri pun melarikan pakaian orang itu.

Apabila satu kerugian saja membuatmu amat gelisah, maka kerugian-kerugian lain akan datang kepadamu dengan mudah. Setan menampakkan dirinya kepadamu dalam beragam penyamaran. Selamatkan dirimu kepada Tuhan dan Ia takkan menipumu.

March 11, 2008 Posted by | Kisah Hikmah | Leave a comment

Hadiah Salat Malam

Seorang pencuri masuk ke rumah Ahmad bin Khazruya, seorang sufi besar. Ia sibuk mencari barang berharga untuk dicuri, tetapi ia tak menemukan apa-apa. Ketika pencuri itu hendak pergi dengan kecewa, Ahmad, sang sufi, memanggilnya.

“Anak muda, ambillah ember ini dan timba air dari sumur. Berwudhulah kau dengan air itu dan dirikanlah salat. Kalau ada sesuatu, nanti aku berikan padamu, supaya kau tak pulang dengan tangan hampa,” ujar Ahmad.

Orang itu mengikuti perintah Ahmad. Ketika pagi tiba, seorang pria dari kota datang membawa kantong berisi seratus dinar dan memberikannya pada Ahmad. Ahmad lalu memberikannya pada si pencuri.

“Bawalah ini sebagai hadiah untuk salat malammu,” ia berkata.

Tubuh pencuri itu bergetar. Ia langsung menangis terisak-isak.

“Aku telah salah mengambil jalan,” ucapnya di sela tangisan, “tapi semalam saja aku bekerja untuk Tuhan, Dia telah memberiku ganjaran seperti ini….”

Pencuri itu bertaubat, kembali kepada Tuhan. Ia menolak mengambil wang emas itu, dan menjadi salah seorang murid setia Ahmad bin Khazruya.

March 11, 2008 Posted by | Kisah Sufi | Leave a comment

Satu Hati Dua Cinta

Suatu hari, Fudhail bin Iyadh, duduk memangku anaknya yang berusia empat tahun. Sesekali ia mencium pipi anak itu sebagai ungkapan rasa sayang.

“Ayah, apakah kau mencintai aku?” tanya anak itu.

“Ya,” jawab Fudhail.

“Apakah kau mencintai Tuhan?”

“Ya.”

“Berapa hati yang kau miliki, Ayah?”

“Satu.”

“Dapatkah kau mencintai dua hal dengan satu hati?” anak itu bertanya lagi.

Saat itu pula Fudhail terhenyak. Ia sadar yang berbicara bukanlah anak kecilnya melainkan Yang Mahakuasa. Merasa malu, ia mulai memukuli kepalanya dan bertaubat. Sejak saat itu, ia hanya persembahkan hatinya untuk Tuhan.

March 11, 2008 Posted by | Fudhail Ibnu Ayyadh, Kisah Sufi | 1 Comment