Daris Rajih

Search…View…Copy…Paste…

Wilayah (Kewalian) seorang Ibu dan Ghawts ul-A’zham

Cerita ini dikisahkan oleh almarhum Syaikh Zakariya bin ‘Umar Bagharib Singapore (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), yang adalah putra dari Syaikh ‘Umar bin Abdullah Bagharib (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), seorang mursyid Tariqah Qadiriyah di Singapore.

Syaikh Zakariya Bagharib pernah bercerita bahwa suatu saat di masa hidup Ghawtsul A’zham Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy1) (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), sang Sulthanul Awliya’ tengah berada di lingkungan Masjidil Haram. Saat berada di sana, beliau (Syaikh ‘Abdul Qadir) merasa takjub ketika melihat seorang wanita yang tengah melakukan thawafmengelilingi Ka’bah dengan hanya satu kakinya. Melalui firasat beliau, fahamlah Syaikh ‘Abdul Qadir bahwa wanita tersebut bukanlah wanita biasa, melainkan pastilah seorang Wali. Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailaniy pun mencoba mencari tahu level atau maqam atau kedudukan sang Wanita Waliyyah tersebut. Beliau pun mencoba ke level 1 (Wali ‘rendahan’), tak dijumpainya ruuhaniyyah wanita itu. Ke level 2, tak ada. Level 3, 4, … tak ada pula. Hingga sampai mendekati maqam Ghawtsiyyah beliau sendiri, tak juga ada. Akhirnya, menyerah juga, dan memohonlah beliau ke Hadirat Allah SWT yang kira-kira secara bebas
dapat dibahasakan sebagai berikut, “Yaa Allah, siapakah wanita ini yang tak dapat kulihat maqam wilayahnya?” (Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Jailani terkenal dengan ucapannya ‘Kakiku berada di leher para Awliya”’)

“Yaa, ‘Abdal Qadir, ikutilah wanita itu bila engkau ingin mengetahui maqam wilayahnya”

Sang Ghawts pun membuntuti wanita tersebut, hingga akhirnya beliau mengetahui bahwa ternyata, wanita tersebut sebenarnya tidaklah buntung kaki yang satu. Yang terjadi adalah, wanita tersebut sebenarnya tengah menyusui anaknya. Anaknya yang kekenyangan tertidur di pangkuan kakinya. Dan dengan karamahnya sang Waliyyah ini ‘memutus’ sementara satu kaki agar anaknya tak terbangun, sementar ia pun menuju Masjidil Haram untuk berthawaf dengan hanya satu kaki. Dan ketika kembali ke anaknya yang masih terlelap dalam tidur, ia pun menyambungkan kembali kaki tadi.

Subhanallah. Itulah wilayah seorang wanita yang dicapai melalui kasih sayang keibuannya. Mawlana Syaikh Muhammad Nazim ‘Adil Al-Haqqani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih) pun sering menyebutkan betapa dekat seorang wanita dengan darajah Wali… lewat keibuan (motherhood). Sayangnya, banyak wanita di zaman ini, termasuk dari kalangan Muslimah meninggalkan keibuan/motherhooddan menganggapnya sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.
Dan sungguh ternyata kita tidak pernah tahu berapa dan betapa banyak hamba-hamba Allah (rijaalallah wa ‘ibaadallah) yang Ia SWT sembunyikan dalam kubah wilayah-Nya.

Catatan kaki:
Menurut almarhum Mawlana Syaikh Husayn ‘Ali ar-Rabbani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani memegang maqam Ghawtsiyyah selama 3 tahun. Sebelum beliau adalah Mawlana Syaikh Yusuf Al-Hammadaniy (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), dan setelah beliau adalah Mawlana Syaikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujdawani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih). Maqam Ghawtsiyyah adalam maqam tertinggi wilayah, sebagai representasi Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alayhi wasallam.

January 20, 2012 Posted by | Syekh Abdul Qodir Al Jaelani | 5 Comments

Syekh Abdul Qodir Al Jaelani

Kelahiran
AbdulQadir Jailani adalah seorang ulama terkenal. Ia bukan hanya terkenal di mana ia tinggal, Baghdad, Irak saja. Tetapi hampir seluruh umat Islam di seluruh dunia mengenalnya. Hal itu dikarenakan kesalihan dan ilmunya yang demikian tinggi dalam bidang ajaran Islam, terutama dalam bidang tasawuf.
Name sebenarnya adalah Abdul Qadir. Ia juga dikenal dengan berbagai gelar atau sebutan seperti; Muhyiddin, al Ghauts al Adham, Sultan al Auliya, dan sebagainya. Abdul Qadir Jailani masih keturunan Rasulullah SAW. Ibunya yang bernama Ummul Khair Fatimah, adalah keturunan Husain, cucu Nabi Muhammad Saw. Jadi, silsilah keluarga Syaikh Abdul Qadir Jailani jika diurutkan ke atas, maka akan sampai ke Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib.
Abdul Qadir Jailani dilahirkan pada tahun 1077 M. Pada saat melahirkannya, ibunya sudah berusia 60 tahun. Ia dilahirkan di sebuah tempat yang bernama Jailan. Karena itulah di belakang namanya terdapat julukan Jailani. Penduduk Arab dan sekitarnya memang suka menambah nama mereka dengan nama tempat tinggalnya.

Abdul Qadir dan Perampok

Setelah menginjak masa remaja, Abdul Qadir pun minta izin pada sang ibu untuk pergi menuntut ilmu. Dengan beat hati sang Ibu mengizinkannya. Oleh sang ibu, ia dibekali sejumlah uang yang tidak sedikit, dengan disertai pesan agar ia tetap menjaga kejujurannya, jangan sekali-sekali berbohong pada siapapun. Maka, berangkatlah Abdul Qadir muda untuk memulai pencarian ilmunya.
Namun ketika perjalanannya hampir sampai di daerah Hamadan, tiba-tiba kafilah yang ditumpanginya diserbu oleh segerombolan perampok hingga kocar-kacir. Salah seorang perampok menghampiri Abdul Qadir, dan bertanya,
“Apa yang engkau punya?”

Continue reading

March 5, 2008 Posted by | Kisah Sufi, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani | 33 Comments