Daris Rajih

Search…View…Copy…Paste…

Hormat, Cinta dan Rendah Hati

Ahmad al-Badawi adalah seorang wali yang sangat terkenal di semua kalangan Sufi. Beliau menyatakan ⒠Aku tidak membutuhkan seorang pemandu. Pemanduku adalah al-Qur⒠an,⒠ sebagaimana yang dikatakan orang Wahhabi sekarang, ⒠⒠dan cara hidup Rasulullah saw.⒠ Beliau mencoba mendekati Tuhannya sebagaimana Rasulullah saw bersabda atas nama Tuhannya, ⒠Hambaku tidak berhenti untuk mendekati-Ku melalui ibadah sunnah atau perbuatan baik, sampai Aku mencintainya. Dan bila Aku Mencintainya, pada saat itu Aku akan menjadi telinga yang digunakan untuk mendengar, mata yang dipakainya untuk melihat, tangan untuk merasakan, dan kaki untuk berjalan. Jika dia meminta, Aku akan memberi. Jika dia memohon perlindungan, Aku akan melindunginya. Aku akan menjadi dia, dan dia dapat mengatakan kepada sesuatu, ⒠Jadilah!⒠ maka jadilah ia.⒠ ( Hadist Nabi saw )

(Orang-orang Wahhabi biasanya memotong bagian terakhir dari hadits tersebut, tetapi kita mengucapkannya secara lengkap).

Ahmad al-Badawi berusaha mendekatai Tuhannya sampai mencapai pintu Kehadirat Ilahi, lalu dia berkata, ⒠Ya Tuhanku! Bukakanlah pintu ini untukku.⒠ Tetapi dia tidak mendapat jawaban. Dia mencobanya berulang-ulang sampai akhirnya dia bertemu ⒠secara tidak sengaja⒠ dengan seseorang. Saya bilang ⒠tidak sengaja⒠ tetapi sebetulnya itu sudah direncanakan dengan sangat rapi, karena itu adalah Kehendak Allah untuk mengujinya. Dia bertemu orang itu di jalan, seseorang yang kelihatannya biasa saja. Orang itu lalu memanggilnya, ⒠Hei Ahmad!⒠ bahkan dia tidak menyebutnya ⒠Syaikh Ahmad!⒠ sebagai tanda penghormatan. Dia berkata, ⒠Wahai Ahmad! Engkau perlu kunci untuk mencapai kehadirat Ilahi? Aku punya kuncinya dan jika Kau mau, datanglah kepadaku dan akan kuberikan kepadamu.⒠

Continue reading

November 10, 2009 Posted by | Syaikh Ahmad Al Badawiy RA | 9 Comments

Syaikh Ahmad Al Badawiy RA. – Wali Qutb Al Ghouts

Setiap hari, dari pagi hingga sore, ia menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah tinggal di loteng negara Thondata selama 12 tahun, dan selama 8 tahun ia berada diatas atap, riadhoh siang dan malam. Ia hidup pada tahun 596-675 H dan wafat di Mesir, makamnya di kota Tonto, setiap waktu tak pernah sepi dari peziarah.

Pada usia dini ia telah hafal Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifai. Ia adalah Waliullah Qutbol Gaust, Assayyid, Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu hari, ketika sang Murid telah sampai ketingkatannya, Sjech Abdul Qodir Jaelani, menawarkan kepadanya ; ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masriq atau Magrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Sayyid Ahmad Rifai, dengan lembut, dan menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil kunci kecuali dari Al Fattah (Allah )”.

Continue reading

March 3, 2008 Posted by | Kisah Sufi, Syaikh Ahmad Al Badawiy RA | 34 Comments