Daris Rajih

Search…View…Copy…Paste…

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati)

Syarif Hidayatullah, Muhammad Nuruddin, Sayyid Kamil, Syekh Nurullah and Faletehan are just some of the names which have been given to Sunan Gunung Jati, the wall who is said to have converted the western third of Java to Islam virtually single-handed and to have founded the independent State of Cirebon. Concerning the birth, life and death of this member of the Wali Songo there are several conflicting stories, yet the main thread runs as follows: Syarif Hidayatullah, or Syekh Nurullah, was born in Pasei, North Sumatra. According to some, he was the son of Syekh Maulana Ishak and half-brother of Sunan Giri. Following the Portugese invasion of his homeland in 1521 he travelled to Mecca, where he stayed for three years. On his return he entered the service of Sultan Trenggana of Demak, whose younger sister he married. During the next few years, as a brilliant military commander, he succeeded in subjugating the north west coast of Java as well as the State of Banten. After successfully blocking an attempt by thePortugese to land at Sunda Kelapa (Jakarta) in 1527, he settled in the region of Cirebon, where he continued to live and teach until his death in A.D. 1570.

1. Asal -Usul
Sebelum era Sunan Gunung Jati berdakwah di Jawa Barat. Ada seorang ulama besar dari Bagdad telah datang di daerah Cirebon bersama duapuluh dua orang muridnya. Ulama besar itu bernama Syekh Kahfi. Ulama inilah yang lebih dahulu menyiarkan agama Islam di sekitar daerah Cirebon.

Al-Kisah, putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran bernama Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang pada suatu malam mendapat mimpi yang sama. Mimpi itu terulang hingga tiga kali yaitu bertemu dengan Nabi Muhammad yang mengajarkan agama Islam. Wajah Nabi Muhammad yang agung dan caranya menerangkan Islam demikian mempersona membuat kedua anak muda itu merasa rindu. Tapi mimpi itu hanya terjadi tiga kali.

Seperti orang kehausan, kedua anak muda itu mereguk air lebih banyak lagi, air yang akan menyejukkan jiwanya itu agama Islam. Kebetulan mereka telah mendengar adanya Syekh Dzatul Kahfi atau lebih muda disebut Syekh Datuk Kahfi yang membuka perguruan Islam di Cirebon. Mereka mengutarakan maksudnya kepada Prabu Siliwangi untuk berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, mereka ingin memperdalam agama Islam seperti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi keinginan mereka ditolak oleh Prabu Siliwangi.

Pangeran Walangsungsang dan adiknya nekad, keduanya melarikan diri dari istana dan pergi berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Jati. Setelah berguru beberapa lama di Gunung Jati, Pangeran Walangsungsang diperintahkan oleh Syekh Datuk Kahfi untuk membuka hutan di bagian selatan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang adalah seorang pemuda sakti, tugas itu diselesaikannya hanya dalam beberapa hari. Daerah itu dijadikan pendukuhan yang makin hari banyak orang berdatangan menetap dan menjadi pengikut Pangeran Walangsungsang. Setelah daerah itu ramai Pangeran Walangsungsang diangkat sebagai kepala Dukuh dengan gelar Cakrabuana. Daerahnya dinamakan Tegal Alang-alang.

Orang yang menetap di Tegal Alang-alang terdiri dari berbagai rasa atau keturunan, banyak pula pedagang asing yang menjadi penduduk tersebut, sehingga terjadilah pembauran dari berbagai ras dan pencampuran itu dalam bahasa Sunda disebut Caruban. Maka Tegal Alang-alang disebut Caruban.

Sebagian besar rakyat Caruban mata pencariannya adalah mencari udang kemudian dibuatnya menjadi petis yang terkenal.

Dalam bahasa Sunda Petis dari air udang itu, Cai Rebon. Daerah Carubanpun kemudian lebih dikenal sebagai Cirebon hingga sekarang ini. Setelah dianggap memenuhi syarat, Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang di perintah Datuk Kahfi untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Di Kota Suci Mekkah, kedua kakak beradik itu tinggal di rumah seorang ulama besar bernama Syekh Bayanillah sambil menambah pengetahuan agama.

Sewaktu mengerjakan tawaf mengelilingi Ka’bah kedua kakak beradik itu bertemu dengan seorang Raja Mesir bernama Sultan Syarif Abdullah yang sama-sama menjalani Ibadah haji. Raja Mesir itu tertarik pada wajah Rarasantang yang mirip mendiang istrinya. Sesudah ibadah haji diselesaikan Raja Mesir itu melamar Rarasantang pada Syekh Bayanillah.

Rarasantang dan Pangeran Cakrabuana tidak keberatan. Maka dilangsungkanlah pernikahan dengan cara Mazhab Syafi’i. Nama Rarasantang kemudian diganti dengan Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.

Pangeran Cakrabuana sempat tinggal di Mesir selama tiga tahun. Kemudian pulang ke Jawa dan mendirikan Negeri Caruban Larang. Negeri Caruban Larang adalah perluasan dari daerah Caruban atau Cirebon, pola pemerintahannya menggunakan azas Islami. Istana negeri itu dinamakan sesuai dengan putri Pangeran Cakrabuana yaitu Pakungwati.

Dalam waktu singkat Negeri Caruban Larang telah terkenal ke seluruh Tanah Jawa, terdengar pula oleh Prabu Siliwangi selaku penguasa daerah Jawa Barat. Setelah mengetahui negeri baru tersebut dipimpin putranya sendiri, maka sang Raja tidak keberatan walau hatinya kurang berkenan. Sang Prabu akhirnya juga merestui tampuk pemerintahan putranya, bahkan sang Prabu memberinya gelar Sri Manggana.

Sementara itu dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.

Sewaktu berada di negeri Mesir, Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar didaratan Timur Tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa, ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.

2. Perjuangan Sunan Gunung Jati
Sering kali terjadi kerancuan antara nama Fatahillah dengan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati. Orang menganggap Fatahillah dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang benar adalah dua orang. Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang penyebar agama Islam di Jawa Barat yang kemudian disebut Sunan Gunungjati. Sedang Fatahillah adalah seorang pemuda Pasai yang dikirim Sultan Trenggana membantu Sunan Gunungjati berperang melawan penjajah Portugis.

Bukti bahwa Fatahillah bukan Sunan Gunungjati adalah makam dekat Sultan Gunungjati yang ada tulisan Tubagus Pasai Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut lidah orang Portugis. Syarif Hidayatullah dan ibunya Syarifah Muda’im datang di negeri Caruban Larang Jawa Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dahulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah pengalaman. Kedua orang itu disambut gembira oleh Pangeran Cakrabuana dan keluarganya. Syekh Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran Cakrabuana dan Syarifah Muda’im itu dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu dekat dengan makam gurunya, Syarifah Muda’im minta agar diijinkan tinggal di Pasambangan atau Gunungjati.

Syarifah Muda’im dan putranya yaitu Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh Datuk Kahfi membuka Pesantren Gunungjati. Sehingga kemudian dari Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunungjati.

Tibalah saat yang ditentukan, Pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada tahun 1479, karena usianya sudah lanjut Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan Negeri Caruban kepada Syarif Hidayatullah dengan gelar Susuhunan artinya orang yang dijunjung tinggi. Disebutkan, pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tapi tidak mau. Mesti Prabu Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanan ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu.

Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh adipati Banten. Bahkan Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan putri Adipati Banten yang bernama Nyi Kawungten.

Dari perkawinan inilah kemudian Syarif Hidayatullah di karuniai dua orang putra yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking. Dalam menyebarkan agama islam di Tanah Jawa, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati tidak bekerja sendirian, beliau sering ikut bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu berdrinya Masjid Demak. Dari pergaulannya dengan Sultan Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia memproklamirkan diri sebagai Raja yang pertama dengan gelar Sultan.

Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini dianggap sebagai pembangkangan oleh Raja Pajajaran. Raja Pajajaran tak peduli siapa yang berdiri di balik Kesultanan Cirebon itu maka dikirimkannya pasukan prajurit pilihan yang dipimpin oleh Ki Jagabaya. Tugas mereka adalah menangkap Syarif Hidayatullah yang dianggap lancang mengangkat diri sebagai raja tandingan Pajajaran. Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan anak buahnya malah tidak kembali ke Pajajaran, mereka masuk Islam dan menjadi pengikut Syarif Hidayayullah.

Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti : Surantaka, Japura, Wana Giri, Telaga dan lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Kasultanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah pengaruh Kasultanan Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan. Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan Pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.

Bahkan Sunan Gunungjati pernah diundang ke negeri Cina dan kawin dengan putri Kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien. Kaisar Cina yang pada saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan negeri Cina, hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan dalam dunia perdagangan.

Sesudah kawin dengan Sunan Gunungjati, Putri Ong Tien di ganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah Putri Ong Tien ini membekali putranya dengan harta benda yang tidak sedikit, sebagian besar barang-barang peninggalan putri Ong Tien yang dibawa dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman.

Istana dan Masjid Cirebon kemudian dihiasi dan diperluas lagi dengan motif-motif hiasan dinding dari negeri Cina. Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau istri Sunan Gunungjati. Dari pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan ummat.

Selesai membangun masjid, diserukan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah Pasundan. Prabu Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.

Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin meluaskan kekuasaan ke Pulau Jawa. Pelabuhan Sunda Kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan Nusantara. Oleh karena itu Raden Patah mengirim Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor untuk menyerang Portugis di Malaka. Tapi usaha itu tak membuahkan hasil, persenjataan Portugis terlalu lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan benteng yang kuat di Malaka.

Ketika Adipati Unus kembali ke Jawa, seorang pejuang dari Pasai (Malaka) bernama Fatahillah ikut berlayar ke Pulau Jawa. Pasai sudah tidak aman lagi bagi mubaligh seperti Fatahillah karena itu beliau ingin menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.

Raden Patah wafat pada tahun 1518, berkedudukannya digantikan oleh Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor, baru saja beliau dinobatkan muncullah pemberontakanpemberontakan dari daerah pedalaman, didalam usaha memadamkan pemberontakan itu Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia, gugur sebagai pejuang sahid.

Pada tahun 1521 Sultan Demak di pegang oleh Raden Trenggana putra Raden Patah yang ketiga. Di dalam pemerintahan Sultan Trenggana inilah Fatahillah diangkat sebagai Panglima Perang yang akan ditugaskan mengusir Portugis di Sunda Kelapa.

Fatahillah yang pernah berpengalaman melawan Portugis di Malaka sekarang harus mengangkat senjata lagi. Dari Demak mula-mula pasukan yang dipimpinnya menuju Cirebon. Pasukan gabungan Demak Cirebon itu kemudian menuju Sunda Kelapa yang sudah dijarah Portugis atas bantuan Pajajaran.

Mengapa Pajajaran membantu Portugis ? Karena Pajajaran merasa iri dan dendam pada perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas, ketika Portugis menjanjikan bersedia membantu merebut wilayah Pajajaran yang dikuasai Cirebon maka Raja Pajajaran menyetujuinya.

Mengapa Pasukan gabungan Demak-Cirebon itu tidak dipimpin oleh Sunan Gunungjati ? Karena Sunan Gunungjati tahu dia harus berperang melawan kakeknya sendiri, maka diperintahkannya Fatahillah memimpin serbuan itu. Pengalaman adalah guru yang terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka, tahulah Fatahillah titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang.

Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedangkan Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putra Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sebakingking. Di kemudian hari Pangeran Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.

Fatahillah kemudian diangkat segenap Adipati di Sunda Kelapa. Dan merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, karena Sunan Gunungjati selaku Sultan Cirebon telah memanggilnya untuk meluaskan daerah Cirebon agar Islam lebih merata di Jawa Barat. Berturut-turut Fatahillah dapat menaklukkan daerah TALAGA sebuah negara kecil yang dikuasai raja Budha bernama Prabu Pacukuman. Kemudian kerajaan Galuh yang hendak meneruskan kebesaran Pajajaran lama. Raja Galuh ini bernama Prabu Cakraningrat dengan senopatinya yang terkenal yaitu Aria Kiban. Tapi Galuh tak dapat membendung kekuatan Cirebon, akhirnya raja dan senopatinya tewas dalam peperangan itu.

Kemenangan demi kemenangan berhasil diraih Fatahillah. Akhirnya Sunan Gunungjati memanggil ulama dari Pasai itu ke Cirebon. Sunan Gunungjati menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu. Sementara kedudukan Fatahillah selaku Adipati Jayakarta kemudian diserahkan kepada Ki Bagus Angke. Ketika usia Sunan Gunungjati sudah semakin tua, beliau mengangkat putranya yaitu Pangeran Muhammad Arifin sebagai Sultan Cirebon ke dua dengan gelar Pangeran Pasara Pasarean. Fatahillah yang di Cirebon sering disebut Tubagus atau Kyai Bagus Pasai diangkat menjadi penasehat sang Sultan.

`Sunan Gunungjati lebih memusatkan diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunungjati atau Pesantren Pasambangan. Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifin meninggal dunia mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada Pangeran Sebakingking yang bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan kedudukannya di Banten. Sedang Cirebon walaupun masih tetap digunakan sebagai kesultanan tapi Sultannya hanya bergelar Adipati. Yaitu Adipati Carbon I. Adpati Carbon I ini adalah menantu Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan Cirebon oleh Sunan Gunungjati. Adapun nama aslinya Adipati Carbon adalah Aria Kamuning.

Sunan Gunungjati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya, dan pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung Sembung. Dua tahun kemudian wafat pula Kyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama, makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa diperantarai apapun juga.

Demikianlah riwayat perjuangan Sunan Gunungjati.

*****

kisah dan ajaran Wali Sanga – karya H.Lawrens Rasyidi – published by ronKramer

March 15, 2008 - Posted by | Kisah Sufi, Sunan Gunungjati

19 Comments »

  1. Bukankah sunan gunung jati itu berasal dari Mesir…?

    Comment by dz | September 6, 2008 | Reply

  2. Assalamualaikum Wr,Wb
    Mohon maaf sebelumnya kepada semua ikwan.
    Saya M.Khoirul Anisa masih ada garis keturunan beliau eyang Sunan Gunung Jati dari Masfufah binti Mas Khasan bin Ratu Bagus Mas Gunung Cemeng Kalang Sidoarjo bin Pangeran Muhammad Tohir bin Sultan Haji Abun Nasri Abdul Qohar Syeh Maulana Mansyurudin Cikadun Banten bin Sultan Ageng Tirtoyoso,jika Duriya yg masih ada garis yg sama terutama dari Buyut Mas Khasan bin Ratu Bagus Mas Gunung mohon untuk menerima niat baik saya yaitu melengkapi dokumen keluarga yg belum kumplit lewat artikei ini atau hub saya di via (0321)6817570 atau 085746161528.
    Thx
    Wassalam
    M.Khoirul Anisa

    Comment by Khoirul Anisa | December 12, 2008 | Reply

  3. wah bagus.

    Comment by sajaksufi | February 28, 2009 | Reply

  4. memang tanah jawa itu semua dari keturunan ulama besaaaaa….r

    Comment by R. Joyo | March 28, 2009 | Reply

  5. Mari kita kembali menuju kebenaran sejati,atas bimbingan para ulama kita

    Comment by R. Joyo | March 28, 2009 | Reply

  6. Cerita ibarat zaman,rupa dan tradisi berganti maka ceritapun silih berganti,ada yg kurang ada yg lebih ada yg pas menurut syareat,uhh…..aku lebih memilih menurut hakekat saja , namun tetap menghargai dan menghormati cerita2 yg berseliweran, sebab itupun bagian dari menuju kebenaran…….maaf.

    Comment by Serbukdebu | April 15, 2009 | Reply

  7. sebenarnya semua itu pembohong, semua orang entah siapa pun itu hanya membicarakan nama nama yang mereka sendiri tidak tau, hanya karena mereka mendengar dari guru2 orang sekeliling, buku2, alquran dan hadits, sedangkan mereka tidak pernah menyaksikan sendiri, apalah artinya kalau kita bercerita tapi kita sendiri tidak tau, hehehe

    banyak sekarang ini raja agama itu adalah raja pendusta, coba tanya apakah mereka sudah mengenal dengan baik Allah swt, jawab nya pasti belum, karena mereka hanya mengira-ngira,

    bacalah apa yang tersurat dan tersirat, jangan langsung ditelan mentah2.

    Comment by ismiyanto | April 23, 2009 | Reply

    • emang lu sapa?

      Comment by sarie(bukan sari) | June 18, 2009 | Reply

    • hatyi2 klo ngomong

      Comment by bageur | October 29, 2011 | Reply

  8. eyang sunan gunung jati itu adalah walyulloh yang selalu mendoakan umat nabi muhammad dan beliau pernah berkata setiap cucu keturunan beliau akan selalu dinaungi penjagaan dari beliau termasuk trah cirebon dan khodam yang diserahi tugas untuk menjaga adalah raja jin tanah jawa yaitu Syekh ahmad khanbyas al jawany ! hasil pengalaman pertemuan gaib dengan beliau…insyaalloh

    Comment by Raden Tb. Sofian | June 6, 2009 | Reply

    • MOHON BANTU SECARA SPRITUAL SEBENARNYA MOYANG SAYA APA MASUK KE SUNAN GUNG JATI NAMA SAYA EDI SUDJAKATMADJA BIN R. SUKARDI SUDJAKATMADJA

      Comment by EDIS | October 9, 2009 | Reply

  9. buat sarie

    saya adalah saya bukan ini bukan itu

    Comment by Saloy | June 26, 2009 | Reply

  10. satu hal yang menarik adalah ” kisah-kisah sejenis” adalah kisah kekuasaan dg berbagai alasan, modus dan mode yang nge-trend saat itu (kondisi sejaman).

    dinasti kami malah lebih tua lagi, maka kepada setiap dulur, sanak,kadang atau anak saya selalu bilang..”jangan ulangi kesalahan mbah-mbahmu”.. mereka sudah terlalu banyak minta korban dan mengorbankan orang lain demi keinginan,gengsi,dan pemupukan nama besar trah mereka…sekarang saatnya untuk mendoakan para korban dan berbalik berbakti kepada korabn, dlam hal ini rakyat banyak…

    bukankah begitu para saderek ???
    amin..

    Comment by sastro | March 2, 2010 | Reply

  11. sALAAAM, saya sangat ingin mengetahui adakah keturunan Syech Yusuf Al Taaj Al Khalwati Al Makassary yang berasal dari putri Sultan Ageng Tirtayasa yang dinikahi oleh Beliau ? Mohon info dan atas bantuannya semoga Allah SWT yagn memblasnya Aminnn

    Comment by R. Uriansyach M | May 30, 2010 | Reply

  12. to mas serbudebu,

    Belajarlah untuk menghargai keberadaan orang lain,niscaya anda akan slalu dapat hidayah dari ALLAH swt dan akuilah keberhasilan orang lain dan terimalah kenyataan yg pahit pada diri kita,

    semoga bermanfaat.
    K Anisa
    085746161528
    Jedong,Ngoro Industri Persada,Mojokerto,Jatim (tepatnya di lereng penanggungan)

    Comment by k anisa | January 22, 2011 | Reply

  13. Hidup adalah anugrah ILLAHI ROBBI,maka jangan sia-2kan hidup ini hanya untuk mencela orang lain,karena siapapun orangnya pasti hidupnya ingin lebih baik dari pada hari kemarin,maka berilah kempatan untuk memperbaikinya.

    Wassalam
    Putra Penanggungan turun ke 14 dari Sunan Gunung Jati.

    Comment by k anisa | January 22, 2011 | Reply

  14. buat pak k anisa mohon bantuannya apakah nomor telpon masih valid, saya berkeinginan silaturhami lewat telpon ..

    Comment by fiqih syamsu r | September 8, 2011 | Reply

  15. sholat sing balener…teu kudu musingin batur …(kuring ge diajar keneh)…

    Comment by Kombes | March 12, 2012 | Reply

  16. mntaps2 gan,izin copas buat koleksi

    Comment by tukgumer | December 8, 2012 | Reply


Leave a reply to sarie(bukan sari) Cancel reply